Sebuah kasus miris yang menggemparkan publik kembali mencoreng dunia pendidikan keagamaan, kali ini datang dari sebuah pesantren di Flores. Seorang pengelola pesantren berinisial AB (45) diduga kuat telah melakukan pencabulan terhadap dua santri perempuannya yang masih di bawah umur. Insiden tragis ini terungkap setelah pihak korban berani melapor, membuka tabir kelam di balik lembaga yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menimba ilmu. Peristiwa ini terjadi pada periode waktu yang tidak spesifik namun berulang kali, memanfaatkan situasi sepi saat istri kedua pelaku tidak berada di tempat.
Menurut keterangan dari Satuan Reserse Kriminal Polres Flores, laporan mengenai kasus miris ini diterima pada hari Senin, 17 Juni 2024. Setelah menerima laporan, tim penyidik segera melakukan penyelidikan awal dan mengumpulkan bukti-bukti. Korban, yang identitasnya dirahasiakan demi perlindungan anak, memberikan kesaksian yang menguatkan dugaan tindakan pencabulan tersebut. Modus operandi pelaku diduga memanfaatkan kepercayaan yang diberikan sebagai pengelola dan guru di pesantren tersebut. Lokasi kejadian berpusat di lingkungan pesantren, di mana pelaku memiliki akses penuh dan pengawasan minim terhadap santri.
Penyelidikan mendalam terhadap kasus miris ini terus berjalan. Pihak kepolisian telah mengamankan terduga pelaku untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan telah melakukan visum terhadap korban sebagai bagian dari proses pembuktian. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga telah menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini dan menyerukan agar kasus ditangani secara transparan dan tuntas demi keadilan bagi korban. Kasus seperti ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya pengawasan ketat dan perlindungan berlapis di lembaga pendidikan, khususnya yang berasrama.
Masyarakat di Flores dan seluruh Indonesia mengecam keras tindakan amoral semacam ini. Diharapkan proses hukum dapat berjalan cepat dan memberikan efek jera kepada pelaku, serta memastikan pemulihan psikologis bagi para korban. Pemerintah daerah setempat, melalui Dinas Perlindungan Anak, juga diminta untuk segera memberikan pendampingan psikologis kepada kedua santri yang menjadi korban. Kasus miris ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih peka dan proaktif dalam melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual, terutama di lingkungan yang seharusnya menjadi benteng keamanan bagi mereka.